1.1
Latar Belakang
Bisnis
merupakan kegiatan yang berhubungan dan berkepentingan dengan lingkungan.
Aktivitas bisnis merupakan kegiatan pengelolaan sumber-sumber ekonomi yang
disediakan oleh alam lingkungan. Sebab itu, relasi antara etika, bisnis dan
lingkungan hidup sangat erat sekali. Hal ini mengandung pengertian, jika bisnis
itu membutuhkan bahan baku dari alam, bagaimanapun alam itu harus diperlakukan
secara layak tanpa merusak habitatnya. Ini semua merupakan tanggung jawab suatu
perusahaan (pelaku bisnis) yang bersifat eksternal, bagaimana perusahaan
mempunyai tanggung jawab dan sosial untuk memperbaiki dan melindungi lingkungan
kearah yang lebih baik.
Agar suatu
perusahaan (bisnis) tetap menjaga keseimbangan antara etika, bisnis dan
lingkungan hidup, perlu adanya suatu aturan-aturan tertentu yang memuat
ketentuan bagaimana mengelola dan mempergunakan sumber daya alam (nature
resources) untuk bahan produksinya dengan baik dan tidak mengekploitasinya
secara berlebihan. Dalam hal ini perusahaan perlu bersama-sama pelanggan
(konsumen- stakeholder), pemasok dan pelaku bisnis lainnya menjalankan praktik
bisnis yang berwawasan lingkungan. Perusahaan harus berupaya
mengimplementasikan nilai-nilai etika dan hukum dalam praktik-praktik bisnis
dan bertanggung jawab untuk melindungi lingkungan demi keamanan, kenyamanan,
dan kesejahteraan manusia secara universal.
Lingkungan
hidup yang Allah sediakan untuk kehidupan manusia meliputi seluruh jagat raya
dengan bagian-bagiannya yang multidimensional. Itu semua membuktikan kekuasaan
Allah yang tidak terbatas, juga menunjukkan ilmu dan hikmah
kemahabijaksanaan-Nya yang sangat sempurna dalam menciptakan jagat raya ini.
Di antara
fasilitas lingkungan hidup yang Allah berikan, sebagian manusia masih belum
terbesit di hati untuk melestarikannya, malah sebaliknya dengan merusak,
mencemari dan mengeksploitasi besar-besaran. Semua itu dilakukan tanpa beretika
dengan kedok untuk memenuhi kebutuhan hidup semata. Berbagai permasalahan
lingkungan hidup dewasa ini telah menjadi isu global. Hal ini terbukti
dengan munculnya isu-isu kerusakan lingkungan yang semakin santer terdengar. Di
antaranya isu efek rumah kaca, lapisan ozon yang menipis, kenaikan
suhu udara, mencairnya es di kutub, dan lain sebagainya. Mungkin sebagian besar
orang baru menyadari dan merasakan akan dampak tingkah lakunya di masa lampau
yang terlalu berlebihan mengeksploitasi alam secara berlebihan.
1.2
Rumusan
Masalah
2. Bagaimana hubungan manusia dengan alam?
3. Apa permasalahan utama lingkungan hidup sekarang?
4. Seperti apa keterkaitan lingkungan hidup dengan
ekonomi?
5. Apa tantangan globalisasi dalam pelestarian
lingkungan?
6. Bagaimana pandangan islam terhadap pelestarian
lingkungan?
1.3
Tujuan
Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pelaku bisnis yang ada disekitar kita
menggunakan etika dalam menjalankan bisnisnya atau tidak.
2. Untuk mengetahui bentuk pelanggaran jika tidak menggunakan
etika dalam menjalankan bisnisnya.
3. Untuk mengetahui cara mengatasinya.
1.4
Tujuan
Masalah
Tujuan dari pembahasan makalah ini
ialah kita dapat memahami problematika lingkungan hidup sekarang serta dapat
memberikan solusi, baik di segi etika yang seharusnya maupun dari pandangan
islam sendiri terhadap lingkungan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hubungan Manusia dengan Alam
Masalah
lingkungan hidup menimbulkan suatu cabang filsafat baru yang berkembang dengan
cepat yaitu filsafat lingkungan hidup. Salah satu ciri khas sikap manusia
modern adalah usahanya untuk menguasai dan menaklukkan alam. Alam dipandang
sebagai binatang buas yang perlu dijinakkan oleh manusia. Tujuan itu dibantu
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sekarang perlu disadari bahwa hubungan
manusia dengan alam tidak dapat dipisahkan apalagi bertentangan dengan alam
karena ia termasuk alam itu sendiri seperti setiap makhluk hidup lainnya.
Pandangan manusia modern dengan alam adalah antroposentris karena menempatkan
manusia pada pusatnya. Pandangan baru yang kita butuhkan bila kita ingin
mengatasi masalah lingkungan hidup maka harus bersikap ekosentris di mana
menempatkan alam dalam pusatnya.[1]
Hubungan
manusia dengan alamnya mengandung beberapa aspek, antara lain manusia tidak
lepas dari interaksinya bersama sesama manusia juga dengan hewan, tumbuhan,
lingkungan / alam. Aspek-aspek tersebut sangat berarti bagi manusia, dan
manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidup sendiri, tanpa bantuan di sekitar
lingkungan hidupnya. Karena manusia adalah makhluk termulia di bumi ini, maka
segala sesuatu memang disediakan untuknya. Di antara tugas manusia, yaitu
memanfaatkan alam dan tenaga yang dikandungnya guna memenuhi keperluan dan
kebutuhannya dan juga teman-temannya. Hubungan manusia terhadap alam adalah
sebagai pemanfaat, dan bukan sebagai sainganTidak seharusnya manusia
mengeksploitasi alam. Al Quran (2: 29) mengatakan “Ia yang menciptakan
bagimu apa yang ada di bumi semuanya” Hubungan keduanya menurut ajaran
Al-qur’an maupun as Sunnah merupakan hubungan yang dibingkai dengan aqidah,
yakni konsep kemakhlukan yang sama sama tunduk dan patuh kepada al
Khâliq, yang diatur dan akhirnya semua kembali kepada-Nya. Dalam konsep kemakhlukan
ini manusia memperoleh konsesi dari Yang Maha Penciptanya untuk
memperlakukan alam sekitarnya dengan dua macam tujuan:[2][4]
1. al Intifâ’ (pendayagunaan),
baik dalam arti mengkonsumsi langsung maupun dalam arti memproduksi.
2.
al I’tibâr (mengambil
pelajaran) terhadap fenomena yang terjadi dari hubungan antara manusia dengan
alam sekitarnya, maupun hubungan antara alam itu sendiri (ekosistem), baik yang
berakibat konstruktif (ishlâh) maupun yang berakibat destruktif (ifsâd).
2.2 Permasalahan
Utama Lingkungan Hidup
Problematika sekitar lingkungan hidup baru mulai
disadari sepenuhnya dalam tahun 1960-an. Sekaligus disadari pula bahwa
permasalahan itu secara langsung maupun tidak langsung disebabkan oleh bisnis
modern, khususnya akibat berproduksi dalam industri yang berlandaskan ilmu dan
teknologi maju. Bagaimana tidak, cara berproduksi besar-besaran dalam industri
modern dulu mengandaikan begitu saja dua hal yang sekarang diakui sebagai
kekeliruan besar. Pertama, bisnis modern mengandaikan bahwa komponen-komponen
lingkungan seperti air dan udara merupakan bagian umum, sehingga boleh dipakai
seenaknya. Kedua, diandaikan pula bahwa sumber daya alam seperti air dan udara
itu tak terbatas.[3]
Pada zaman kita, masalah lingkungan hidup sua mencapai
suatu taraf global. Terutama ada enam problem yang dengan jelas menunjukkan
dimensi global itu: akumulasi bahan
beracun, efek rumah kaca, perusakan lapisan ozon, hujan asam, deforestasi dan
penggurunan, dan kematian bentuk-bentuk kehidupan.[4][6] Lebih
rincinya sebagai berikut:
1. Akumulasi
bahan beracun, adalah bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses
produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun karena sifat (toxicity,
framability, reactivity, dan corrosivity) dengan jumlah yang banyak
dan secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan,
atau membahayakan kesehatan.
2. Efek rumah
kaca, adalah naiknya suhu permukaan bumi. Panas yang
diterima bumi karena penyinaran matahari terhalang oleh partikel-partikel gas
yang dilemparkan dalam atmosfer oleh ulah manusia, sehingga tidak bisa keluar.
3. Perusakan
lapisan ozon, O3 (ozon) memiliki peranan penting dalam
melindungi kehidupan terhadap sinar ultraviolet dari matahari. Rupanya 80
persen penyinaran ultra violet dari matahari disaring olehnya. Kerusakan
lapisan ozon mengakibatkan radiasi ultraviolet dari matahari bisa mencapai
permukaan bumi, yang akan membawa pengaruh negatif terhadap kesehatan dan
kehidupan manusia pada umumnya di bumi. Perusakan lapisan ozon disebabkan
beberapa sebab yang berbeda, namun yang paling berpengaruh adalah pelepasan
bahan CFC (Clorofluorocarbon) ke dalam udara.
4. Hujan asam, adalah asam
dalam emisi industri bergabung dengan air hujan yang mencemari daerah yang
luas, merusak hutan dan pohon pohon lain, mencemari air danau, merusak gedung
gedung, dan sebagainya. Bagi manusia hujan asam bisa mengakibatkan gangguan
saluran pernapasan dan paru paru.
5. Deforestasi
dan penggurunan, Penggunaan kayu untuk berbagai keperluan telah
mendorong penebangan hutan secara tak terkendali, yang mengakibatkan hutan
semakin cepat berkurang, termasuk hutan tropis yang menghasilkan kayu kayu yang
berkualitas tinggi. Penebangan hutan (deforestation) secara besar
besaran mempunya dampak penting atas lingkungan hidup, karena dengan demikian
maka salah satu fungsi hutan, yakni meresap karbon dioksida yang disebabkan
oleh pembakaran bahan bakar fosil (industri, kendaraan bermotor)- suatu
penyebab penting terjadinya efek rumah kaca- menjadi terancam. Erosi tanah
dapat mengakibatkan juga meluasnya penggurunan (desertification),
khususnya di negara negara di sekitar gurun sahara diperkirakan merambat ke
arah selatan jauh 400 kilometer. Di banyak kota besar di seluruh dunia,
termasuk juga Indonesia , tingkatan air tanah menurun terus karena dipompa oleh
industri , hotel hotel dan rumah tangga untuk berbagai keperluan. penggunaan
dan pemborosan air yang semakin tak terkendali telah mengakibatkan kualitas
tanah semakin menurun.
6. Keanekaan
hayati, adalah jenis jenis kehidupan (species) yang ada
di bumi, yang memiliki makna yang sangat penting untuk segala aspek kehidupan
manusia, seperti makanan, obat-obatan, dan sebagainya. Salah satu akibat besar
dari kerusakan lingkungan adalah kepunahan semakin banyak spesies hidup. Dan
spesies hidup yang punah sekarang akan hilang lenyap dari muka bumi untuk
selamanya. Yang memiliki andil besar terhadap kemusnahan tersebut adalah
penggunaan pestisida dan herbisida yang semakin intens. Hutan di banyak kawasan
daerah Indonesia telah berubah menjadi lahan pertanian dan perkebunan, sebagian
menjadi terlantar karena ditinggalkan dalam keadaan rusak oleh penebang liar
yang tidak bertanggung jawab terjadinya erosi tanah dan banjir besar yang
menelan korban jiwa dan harta benda.
2.3 Lingkungan
Hidup dan Ekonomi
1. Lingkungan hidup sebagai “the
Common”
Sebelumnya
kita sudah melihat bahwa bisnis modern
mengandaikan begitu saja status lingkungan hidup sebagai ranah umum.
Dianggapnya di sini tidak ada pemilik dan tidak ada kepentingan pribadi.
Tetapi, kita lihat juga pengandaian ini adalah keliru. Sering kali the
commons adalah padang rumput yang dipakai oleh semua penduduk kampung
sebagai tempat untuk mengembala ternaknya. Dalam zaman modern, dengan
bertambahnya penduduk, sistem ini tidak bisa dipertahankan lagi dan ladang umum
itu di privitasi dengan menjualnya kepada penduduk perorangan. Bagai masyarakat
bersangkutan kejadian ini merupakan suatu perubahan sosial ekonomi besar,
antara lain karena menjadi awal mula kepemilikan tanah dalam kuantitas besar
oleh orang kaya (the landlords). The tragedy of the commons dapat
dipandang sebagai kebalikannya dari the invisible And menurut Adam
Smith. Smith berpendapat bahwa kemakmuran umum dengan sendirinya akan terwujud,
jika semua orang mengejar kepentingan diri di pasar bebas. Tetapi jika semua
orang mengejar kepentingan diri masing-masing dalam konteks lingkungan hidup,
tidak akan dihasilkan kemakmuran umum, melainkan justru kehancuran bersama.[5]
2. Lingkungan
hidup tidak lagi eksternalitas, mau tidak mau, perlu kita akui,
lingkungan hidup dan komponen-komponen di dalamnya tetap terbatas, walaupun
barangkali tersedia dalam kuantitas besar. Sumber daya alam pun ditandai
kelangkaan. Jika para peminat berjumlah besar, maka air, udara, dan
komponen-komponen lingkungan hidup lain menjadi barang langka dan karena itu tidak
bisa dipakai lagi dengan gratis. Karena sumber daya alam pun merupakan barang
langka dan harus diberi suatu harga ekonomis, komponen-komponen lingkungan
hidup itu tidak lagi merupakan eksternalitas untuk ekonomi.
3. Pembangunan
berkelanjutan,
Jika krisis lingkungan
dipertimbangkan dengan serius, bagi ekonomi masih ada suatu konsekuensi lain
yang sulit dihindari. Ekonomi selalu menekankan perlunya pertumbuhan. Ekonomi
yang sehat adalah ekonomi yang tumbuh. Selanjutnya semakin disadari bahwa
penghabisan sumber daya alam barangkali masih dapat diimbangi dengan
ditemukannya teknologi baru. Karena itu penghabisan sumber daya alam tidak
merupakan masalah hidup atau mati. Masalah yang lebih mendesak adalah kerusakan
lingkungan hidup yang sangat memperihatinkan. Yang secara mutlak harus dibatasi
adalah tekanan semakin besar pada sistem-sistem ekologis karena efek-efek
negatif dari kegiatan manusia. Kapasitas alam untuk menampung tekanan dari
polusi udara dan air, degradasi tanah, dan sebagainya tidak diimbangi dengan
teknologi baru.
2.4 Tantangan Globalisasi dalam Pelestarian
Lingkungan
Globalisasi layaknya seperti keping
uang logam, yang memiliki 2 sisi yang sangat bertolak belakang satu sama lain.
Globalisasi di satu sisi memberikan dampak positif dan di sisi lain memberikan
dampak negatif. Dan salah satu dari dampak negatif globalisasi berimbas pada
masalah lingkungan. Ada serangkaian proses yang harus dilewati untuk menuju
pada tahap perusakan lingkungan akibat globalisasi, yang pada umumnya terjadi
di negara-negara berkembang. Dengan semakin menipisnya batas-batas negara karena doktrin kepahaman globalisasi yang
menuntut setiap negara jika hendak menjadi negara maju, maka harus membuka
selebar-lebarnya terhadap bantuan-bantuan dan kerja sama dengan pihak asing,
maka hal inilah yang kemudian menjadi pintu masuk bagi para investor-investor
asing untuk berlomba masuk dan menanamkan sahamnya di negara-negara berkembang.
Sehingga kemudian menginisiasi maraknya industrialisasi, privatisasi, serta
deregulasi di negara-negara berkembang.
Dalam dunia industri, bahan mentah
adalah salah satu hal penting untuk menjalankan suatu roda perindustrian. Dan
bahan-bahan mentah ini, banyak ditemukan di negara-negara berkembang yang
memang dalam segi geografinya berada pada jalur lintang dan bujur yang subur.
Namun, negara berkembang terkendala dalam melakukan pengelolaan akan sumber
daya alam yang melimpah tersebut akibat keterbatasan modal dan teknologi yang
dimilikinya. Sehingga negara-negara berkembang membutuhkan suntikkan dana dan
jasa dari negara-negara maju. Adapun bentuknya bisa berupa hutang, pinjaman,
ataupun hibah.
Namun sangat disayangkan bahwa
berbagai bantuan dana dalam bentuk pinjaman maupun hibah oleh negara maju
tersebut sebagian besar digunakan untuk membeli teknologi-teknologi dari negara
maju. Dengan kata lain pinjaman dari negara maju, kembali masuk ke saku negara
maju lagi dalam bentuk pembelian teknologi oleh negara berkembang, di lain
waktu negara berkembang masih harus melunasi hutang-hutang kepada negara maju
beserta dengan bunganya. Ini adalah satu dari sekian banyak bentuk kerja sama
di era globalisasi antara negara maju dan negara berkembang yang mana secara
tidak langsung merugikan negara-negara berkembang.[6]
2.4 Pandangan
Islam Terhadap Pelestarian Lingkungan
Tanggung jawab moral bisnis,
implementasinya bisa pada tanggung jawab sosial. Bahkan yang tidak kalah
pentingnya tanggung jawab pada lingkungan alam. Dari sejumlah tanggung jawab
itu sebenarnya yang paling krusial adalah tanggung jawab pada diri sendiri dan
kepada Tuhan.[7]
Dalam kaitan dengan pengelolaan
sumber daya alam dan pelestariannya, Islam menuntun manusia agar mengelola
kekayaan alam dengan ilmu dan amal.[8]Di
samping, mengingat agar dalam mengelola (memproduksi) kekayaan alam itu
memperhatikan batas-batas haram dan halal, dan memelihara kelestariannya.[9]Al-qur’an
menerangkan bahwa pemanfaatan kekayaan yang tersimpan dan tersebar di alam ini,
tergantung pada dua hal,[10]
yakni pertama, ilmu pengetahuan yang didasarkan pada tafakkur dan
penggunaan akal. Ilmu yang dimaksud di sini adalah ilmu-ilmu khusus (spesialis)
dalam berbagai ilmu pengetahuan dan berbagai bidang kehidupan. Kedua, adalah
amal (Action/Implementation). Sesungguhnya ilmu saja tidak akan
membuahkan hasil jika tidak diikuti oleh amal (tindak lanjut) dengan melakukan
berbagai eksplorasi.
Allah berfirman dalam Q.S. Al-a’raf, 7: 10:
وَلَقَدْ
مَكَّنَّاكُمْ فِي الْأَرْضِ وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ ۗ قَلِيلًا مَا
تَشْكُرُونَ
“Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di
muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat
sedikitlah kamu bersyukur.”
Bertolak dari uraian di atas dapat
dipahami bahwa pada dasarnya Islam sangat menekankan agar kaum muslimin mau
menggali kekayaan alam yang terhampar dan tersembunyi di dalam bumi. Nikmat
kekayaan itu perlu dieksplor dengan menggunakan berbagai ilmu sesuai dengan
spesialisasinya masing-masing, tergantung pada kekayaan apa yang digunakan
untuk kesejahteraan manusia.[11] Di
antara bentuk syukur itu adalah menjaganya dari kerusakan, kehancuran, polusi,
dan lain-lain yang tergolong sebagai kerusakan di muka bumi. Oleh karena itu
Al-qur’an menyebut berulang-ulang bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang
membuat kerusakan. Sebagaimana dalam firman-Nya Q..S. Al-baqarah, 2:205:
وَإِذَا
تَوَلَّىٰ سَعَىٰ فِي الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ
وَالنَّسْلَ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ
“Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di
bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang
ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.”
Betapa
besar perhatian Islam terhadap masalah lingkungan, baik terhadap makhluk hidup
maupun mati. Namun demikian, perhatian tersebut diiringi ancaman bagi
orang-orang yang tidak bersyukur.
BAB
III
STUDI
KASUS
3.1 Studi Kasus
Iklan Produk Rokok PT Gudang Garam
Menurut Etika
Pariwara Indonesia, “Iklan ialah pesan komunikasi pemasaran atau komunikasi
publik tentang sesuatu produk yang disampaikan melalui suatu media, dibiayai oleh
pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh
masyarakat”.
Menurut Sony Keraf (1993 : 142),
menyatakan bahwa dalam iklan kita dituntut untuk selalu mengatakan hal
yang benar kepada konsumen tentang
produk sambil membiarkan konsumen
bebas menentukan untuk membeli
atau tidak membeli produk itu.
Iklan dan pelaku periklanan harus :
Ø Jujur, benar, dan bertanggungjawab.
Ø Bersaing secara sehat.
Ø Melindungi dan menghargai khalayak,
tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta
tidak bertentangan dengan hukum yang
berlaku.
Melindungi dan
menghargai khalayak, tidak
merendahkan agama, budaya,
negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Iklan yang
menyatakan kebenaran dan kejujuran
adalah iklan yang
beretika. Akan tetapi, iklan
menjadi tidak efektif, apabila tidak mempunyai unsur
persuasif. Akibatnya, tidak akan
ada iklan yang
akan menceritakan the whole
truth dalam pesan iklannya. Sederhananya, iklan
pasti akan mengabaikan
informasi-informasi yang bila disampaikan kepada pemirsanya malah akan membuat
pemirsanya tidak tertarik untuk menjadi konsumen produk atau jasanya.
Untuk membuat
konsumen tertarik, iklan harus dibuat menarik bahkan kadang dramatis. Tapi
iklan tidak diterima oleh target tertentu (langsung). Iklan dikomunikasikan
kepada khalayak luas (melalui media massa komunikasi iklan akan diterima oleh
semua orang : semua usia, golongan, suku, dsb). Sehingga iklan harus memiliki
etika, baik moral maupun bisnis.
Dalam dunia
periklanan, para pelaku iklan mempunyai sumber daya manusia yang mayoritas
memiliki tingkat kreatifitas yang unik dan menarik, yang dapat divisualisasikan
dalam bentuk visual (video, gambar, ilustrasi, dan tulisan) atau pun dalam bentuk
audio (suara).
Di Indonesia,
sangat menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika pada setiap perilaku
kehidupan sehari-hari. Tentunya hal ini membuat para pelaku iklan juga harus
mematuhi apa saja yang telah diatur dalam UU Penyiaran atau UU Pariwara
Indonesia yang telah diatur agar sejalan dengan nilai-nilai sosial-budaya
masyarakat.
Adapun kasus pelanggaran yang
berkaitan dengan etika dalam bisnis khususnya dalam hal etika periklanan, yaitu
kasus pelanggaran yang dilakukan oleh PT Gudang Garam (Tbk) sebagai berikut :
Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) Pusat berdasarkan tugas dan kewajiban yang diatur dalam
Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran), pengaduan
masyarakat, pemantauan dan hasil analisis telah menemukan pelanggaran Pedoman
Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Komisi Penyiaran
Indonesia Tahun 2012 pada Program Siaran Iklan Niaga rokok “Gudang Garam” yang
ditayangkan oleh stasiun TV One pada tanggal 10 Mei 2014 pada pukul 19.43 WIB.[12]
Program tersebut menampilkan iklan
rokok di bawah pukul 21.30. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai
pelanggaran terhadap perlindungan kepada anak-anak dan remaja serta larangan
dan pembatasan muatan rokok.[13]
KPI Pusat memutuskan
bahwa tindakan penayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran
Komisi Penyiaran Indonesia Tahun
2012 Pasal 14 dan Pasal 43 serta
Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 15 ayat (1),
Pasal 58 ayat (1) dan Pasal 59 ayat (1). Menurut catatan KPI Pusat, program ini
telah menerima Surat Teguran Tertulis Pertama No.953/K/KPI/05/14 tertanggal 5
Mei 2014.
Berdasarkan pelanggaran
di atas KPI Pusat memutuskan menjatuhkan sanksi administratif Teguran Tertulis
Kedua. Atas pelanggaran ini KPI Pusat akan terus melakukan pemantauan dan
meningkatkan sanksi yang lebih berat jika tetap melanggar ketentuan jam tayang
iklan rokok.
Sesuai dengan PP Nomor
50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Swasta, penayangan
iklan rokok disiang hari jelas melanggar pasal 21 ayat (3) Iklan Rokok pada
lembaga penyelenggara penyiar radio dan televisi hanya dapat disiarkan pada
pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat dimana lembaga penyiaran
tersebut berada.
Kemudian juga sesuai
dengan Etika Pariwara Indonesia menyatakan dalam wahana iklan melalui media
televisi, yaitu iklan-iklan rokok dan
produk khusus dewasa
(intimate nature) hanya boleh
disiarkan mulai pukul
21.30 hingga pukul
05.00 waktu setempat.
Solusi untuk kasus
pelanggaran etika dalam bisnis khususnya etika periklanan yang dilakukan oleh
PT Gudang Garam (Tbk), yakni dipasal 57 menyebut Lembaga Penyiaran Swasta yang
menyelenggarakan siaran iklan rokok diluar ketentuan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 21 ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupa denda administrasi untuk
jasa penyiaran radio paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah), dan
untuk jasa penyiaran televisi paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar
rupiah).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hubungan manusia dengan
alamnya mengandung beberapa aspek, antara lain manusia tidak lepas dari
interaksinya bersama sesama manusia juga dengan hewan, tumbuhan, lingkungan /
alam. Aspek-aspek tersebut sangat berarti bagi manusia, dan manusia adalah
makhluk yang tidak dapat hidup sendiri, tanpa bantuan di sekitar lingkungan
hidupnya.
Dengan demikian, tujuan
akhir pengelolaan sumber daya alam adalah kesejahteraan masyarakat (social
welfare) dengan tujuan antara seperti sumber devisa, pemenuhan kebutuhan
manusia, pelestarian lingkungan, pembangunan daerah/masyarakat dan pemerataan.
Dengan demikian pembangunan ekonomi yang mesti diterapkan adalah pembangunan
yang berwawasan lingkungan dalam arti tidak menguras sumber daya alam dan
merusak lingkungan. Keterkaitan antara ekonomi dan lingkungan dapat diringkas
ke dalam tiga macam hubungan yang saling terkait yaitu terdapat hubungan
positif antara jumlah dan kualitas barang sumber daya dengan pertumbuhan
ekonomi. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, maka kebutuhan akan sumber daya alam
akan semakin meningkat.
Mengenai kasus pelanggaran etika dalam bisnis
khususnya dalam hal etika periklanan yang telah dilakukan oleh PT Gudang Garam
(Tbk) terkait tindakan penayangan tersebut yang telah melanggar Pedoman
Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012
Pasal 14 dan Pasal 43 serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran
Indonesia Tahun 2012 Pasal 15 ayat (1), Pasal 58 ayat (1) dan Pasal 59 ayat
(1). Sehingga pihak KPI Pusat melayangkan Surat Teguran Tertulis Pertama
No.953/K/KPI/05/14 tertanggal 5 Mei 2014. Yang mana apabila pelaku iklan (PT
Gudang Garam (Tbk)) tidak mengindahkan atau mengabaikannya maka KPI Pusat akan
memutuskan menjatuhkan sanksi administratif Teguran Tertulis Kedua. Atas
pelanggaran ini KPI Pusat akan terus melakukan pemantauan dan meningkatkan
sanksi yang lebih berat jika tetap melanggar ketentuan jam tayang iklan rokok
4.2 Saran
Dengan demikian
pembangunan ekonomi yang mesti diterapkan adalah pembangunan yang berwawasan
lingkungan dalam arti tidak menguras sumber daya alam dan merusak lingkungan.
pelaku iklan (PT Gudang
Garam (Tbk)) harus mematuhi apa saja yang telah diatur dalam UU Penyiaran atau
UU Pariwara Indonesia yang telah diatur agar sejalan dengan nilai-nilai
sosial-budaya masyarakat. Seperti Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran
Indonesia Tahun 2012 Pasal 14 dan Pasal 43 serta Standar Program
Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 15 ayat (1), Pasal 58 ayat
(1) dan Pasal 59 ayat (1).
[4]. Ibid., hlm. 311.
[7]. Muhammad
Djakfar, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, (Malang: UIN-Malang Press,
2007), hlm. 145-146.
[8]. Yusuf
Qardawi, Peran dan Nilai Moral dalam Perekonomian Islam, tar. K.H. Didin
Hafidhuddin, dkk., (Jakarta: Robbani Press, 1995), hlm. 141
[12] . http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-sanksi/32112-teguran-tertulis-kedua-iklan-rokok-gudang-garam-antv
No comments:
Post a Comment